BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan
sangat bermanfaat dalam suatu kajian tentang analisa masalah sosial. Hal ini
disebabkan karena studi struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah masalah
sosiologis yang telah menembus karya-karya para pelopor ilmu sosiologi dan para
ahli teori kontemporer. Teori fungsionalisme struktural adalah suatu
bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad
sekarang.
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori
yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh
yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan
Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi
oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis
yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan
tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat
bertahan hidup.
Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan
mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari
paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer (1980), Margaret M.Poloma
(1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo (1995) mengatakan apabila ditelusuri
dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta
social
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang
dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott
Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas
diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson
menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Sistem
tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson
meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni
Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka
tim penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini, antara lain:
1.
Bagaimanakah biografi dari Tallcot Parsons?
2.
Bagaimanakan asumsi dasar dari teori
Fungsional Struktural?
3. Bagaimanakah tinjauan tentang teori Fungsional Struktural?
4.
Bagaimanakah
perkembangan Teori Struktural Fungsiona?
5.
Bagaimanakah Paradigma AGIL yang dikemukakan Tallcot parsons?
6. Bagaimanakah pengaruh teori Fungsional
Struktural dalam kehidupan sosial?
7.
Bagaimanakah studi kasus tentang masalah sosial dengan menggunakan pendekatan
dari Teori
Fungsional Struktural?
C.Tujuan
Adapun tujuan-tujuan yang dapat tim penulis utarakan dalam
penyusunan makalah ini adalah:
- Mengetahui biografi dari Tallcot Parsons
- Memahami asumsi dasar dari teori Fungsional Struktural
3. Mengetahui
tinjauan tentang teori Fungsional Struktural
4. Mengetahui perkembangan
Teori Struktural Fungsional
5. Memahami
Paradigma AGIL yang dikemukakan Tallcot parsons
6. Menganalisis pengaruh teori Fungsional
Struktural dalam kehidupan social
7. Menganalisis studi kasus tentang masalah sosial dengan menggunakan
pendekatan dari Teori
Fungsional Struktural
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Tallcot Parsons
Parson lahir tahun 1902 di Colorado Spring, Colorado. Ia
berasal dari latar belakang religius dan intelektual. Ayahnyaseorang Pendeta,
profesor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Parsons
mendapat gelar sarjana muda dari Universitas Amherst tahun 1924 dan menyiapkan
disertasinya di London School of Economics. Di tahun berikutnya ia pindah ke
Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarir di Heildelberg dan meski ia telah
meninggal 5 tahun sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan
jandanya terus menyelengarakan diskusi ilmiah di rumah dan Parsons
menghadirinya. Parson sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan sangat
dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertainya di Heidelberg,
yang sebagian menjelaskan karya Weber.
Parsons mengajar di Harvard pada 1927 dan meski berganti
jurusan beberapa kali, ia tetap di Harvard hingga akhir hayatnya tahun 1979.
Kemajuan kariernya tak begitu cepat. Ia tak mendapatkan jabatan profesor hingga
tahun 1939. dua tahun sebelumnya ia menerbitkan The Structure Social Action,
sebuah buku yang tak hanya memperkenalkan pemikiran sosiolog utama seperti
Weber kepada sejumlah besar sosiolog, tetapi juga meletakkan landasan bagi
teori yang dikembangkan Parsons sendiri.
Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat. Dia menjadi
ketua jurusan sosiologi di Harvard pada 1944 dan dua tahun kemudian mendirikan
Departemen Hubungan Sosial yang tak hanya memasukkan sosiolog, tetapi
juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Tahun 1949, ia terpilih menjadi
Presiden The American Sociological Association. Tahun 1950-an dan menjelang
tahun 1960-an, dengan diterbitkan buku seperti The Social System (1951) Parsons
menjadi tokoh dominan dalam sosiologi Amerika.
Tetapi, di akhir 1960-an Parsons mendapat serangan dari sayap
radikal sosiologi Amerika yang baru muncul. Parsons dinilai berpandangan
politik konservatif dan teorinya dianggap sangat konservatif dan tak lebih dari
dianggap sangat konservatif dan hak lebih dari sebuah skema kategorisasi yang
rumit. Tetapi tahun 1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons,
tak hanya di Amerika Serikat, tetapi di seluruh dunia (Alexander , 1982:83;
Buxton, 1985; camic, 1990; Holton dan Tumer, 1986; Sciulli dan Gerstein, 1985).
Horton dan Tumer mungkin terlalu berlebihan ketika mengatakan bahwa “karya
Parsons mencerminkan sumbangan yang lebih berpengaruh terhadap teori sosiologi
ketimbang Marx, Weber, Durkheim, atau pengikut mereka masa kini sekalipun” (1986:13).
Pemikiran Parsons tak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi juga
teoritisi neo-Marxian, terutama Jurgen Habermas.
Setelah kematian Parsons, sejumlah berkas mahasiswanya,
semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti penting teorinya maupun
pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan mereka, pada sosiolog ini
mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya. Beberapa
pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan
untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukakan
pandangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.
Robert Merton adalah salah seorang mahasiswanya ketika
Parsons baru saja mulai mengajar di Harvard. Merton yang menjadi teoritisi
terkenal karena teori ciptaannya sendiri, menjelaskan bahwa mahasiswa
pascasarjana yang datang ke Harvard di tahun-tahun itu bukan hendak belajar
dengan Parsons, tetapi dengan Sorokin, anggota senior jurusan sosiologi yang
telah menjadi musuh utama parsons (Zafirovski, 2001) :
Generasi mahasiswa pascasarjana yang paling awal datang ke
Harvard, dan tak seorangpun yang ingin belajar dengan Parsons. Mereka tak
mungkin berbuat demikian selain karena alasan paling sederhana; pada 1931 ia
belum dikenal publik apalagi sebagai seorang sosiolog. Meski kami mahasiswa
belajar dengan Sorokin yang masyhur, sebagian diantara kami diharuskan bekerja
dengan Parsons yang tak terkenal itu. (Merton, 1980-69).
Celaan Merton tentang kuliah pertama Parsons dalam teori,
juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk salah
satu buku teori paling berpengaruh dalam sejarah sosiologi :Lama sebelum
Parsons menjadi salah seorang tokoh tua terkenal di dunia sosiologi, bagi kami
mahasiswa angkatan paling awal, dia hanyalah seorang pemuda yang sudah tua.
Kemasyhurannya berasal dari kuliah pertamanya dalam teori yang kemudian menjadi
inti karya besarnya, The Structure of Social Action, yang tidak terbit hingga
lima tahun setelah publikasi lisannya di kelas (Merton, 1980:69-70).
Meski tak semua orang sependapat dengan penilaian positif
Merton tentang Parsons, mereka akan mengakui penilaian berikut :Kematian
Parsons menandai berakhirnya suatu era dalam sosiologi. Ketika (suatu era baru)
dimulai, era itu benar-benar akan dibentengi oleh tradisi besar pemikiran
sosiologi yang ia tinggalkan untuk kita (Merton, 1980:71).
B. Asumsi Dasar dari Teori Fungsional Struktural
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori
yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh
yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan
Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi
oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis
yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan
tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat
bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural
fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori
struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim,
dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert
Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian
dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari
kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi
apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi
panduan bagi analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional.
Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology
organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah
kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan.
Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang
membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu
sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan
merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim
dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu,
antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk
berbagai perspektif fungsional modern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga
dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber
yang mempunyai pengaruh kuat adalah
- Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
- Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.
Pemikiran
Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons
dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.
C. Tinjauan singkat tentang Teori Fungsional Struktural
Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan
mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari
paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer (1980), Margaret M.Poloma
(1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo (1995) mengatakan apabila ditelusuri
dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta
social. Tampilnya paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu yang
berdiri sendiri.
Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian
sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata sosial.
Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial
tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas bagian-bagian atau
elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini
(fungsional–structural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik
dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap
struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau
tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan
sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai
perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa
adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini
disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan
organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut
Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus
dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal,
tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan
berkembang suatu keadaan yang bersifat “patologis“. Para fungsionalis
kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu
system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan
atau perubahan sosial.
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih
dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas
tentang teori-teori fungsionalisme, ( ia ) adalah seorang pendukung yang
mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa
pendekatan ini ( fungsional-struktural ) telah membawa kemajuan bagi
pengetahuan sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari
analisa fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah :
- Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
- postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
- postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan, pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.
D. Perkembangan Teori Struktural Fungsional
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang
dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott
Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas
diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson
menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson
berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad
sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam
karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”,
maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang
memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab
pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara
analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori
harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan
empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang
menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat
erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan realism
analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak
ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi
konsep dalam bentuk sistem analisa yang mencakup persoalan dunia tanpa
terganggu oleh detail empiris.
Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang
terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu
tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem
tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya
berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada
situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam
motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga
nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, antara lain
nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes
of orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi
nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan
motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.
Karya Parson dengan alat konseptual seperti empat sistem
tindakan mengarah pada tuduhan tentang teori strukturalnya yang tidak dapat
menjelaskan perubahan sosial. Pada tahun 1960, studi tentang evolusi sosial
menjadi jawaban atas kebuntuan Parson akan perubahan sosial dalam bangunan
teori strukturalnya. Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar
oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia. Analisis parson
merepresentasikan suatu usaha untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem,
subsistem, persyaratan-persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran
menggunakan media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada
sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai
fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik
beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang
mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini
berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural
fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan
mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan menengah.
Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa
yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula
seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun
beberapa postulat tersebut antara lain:
- Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.
- Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.
- Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada didalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.
Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat
yang dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang
didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya postulat yang
ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi
structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan
kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional harsuslah
terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard.
Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji
makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga
diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton
memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton mengemukakan bahwa
para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan dengan
mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori besar. Teori
taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak
diantara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar
selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya
mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang
diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan
dalam sosiologi untuk membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan
penghubung teori umum mengenai istem social yang terlalu jauh dari
kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk
mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur
mengenai hal-hal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori
sosiologi merupakan kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis
dimana kesatuan empiris bisa diperoleh.
The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada
minor tetapi hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang
menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk mengembangkan
teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman
bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris, merupakan
lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus
perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi
dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang
terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes empiris
dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan
melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis
merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau
dianalogikan, Merton mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu
dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat menarik.
Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi
dalam struktru dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah
demikian, karrena dalam menganalis hal itu , para fungsionalis awal cenderung
mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau institusi.
Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi
sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi
atau penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton
menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada
negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika
struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem
sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini
dapat dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberkan kontribusi positif
bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan,
tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan karena
aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan
oleh Merton. Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan
bagi sistem tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa
sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi
positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui
keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.
Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai
fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang
dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam stuktur yang ada,
hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional
dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan
selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa
pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan
penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak
secara tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini
berimplikasi pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme
structural. Kami rasa dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan
idealismenya tentang struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia
beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang
mendahuluinya. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest
dan laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu
struktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat
diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan.
Dengan mengakui bahwa struktur sosia dapat membuka jalan bagi perubahan sosial.
Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur,
dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang
mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur
sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan
memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain.
Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan
tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak
menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat
beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative .
kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh
struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan
demikian disjungsi antara kebudayan dnegan struktur akan melahirkan konsekuensi
disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap
kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori
structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi
sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan
masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis,
menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju
dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana ada
keteraturan maka harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur,
kedinamisan terus berjalan tidak pada status didalamnya tapi kaitan dalama
peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu
berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya
anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini,
Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur , akan tetapi terus
membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Pengaruh
lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang
merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton
yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And
Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan
tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga
mereka lebih , menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut
Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana
kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.
Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa
pada tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini
terbukti dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda
dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan,
tak pelak dalam struktural fungsionalisme
E. Paradigma AGIL
Talcott Parsons (1902-1979) mensistemasi rumusan-rumusan
terdahulu tentang pendekatan fungsionalis terhadap sosiologi. Parsons mengawali
dari masalah aturan yang dikemukakan filsuf terdahulu Thomas Hobbes
(1585-1679). Hobbes mengatakan bahwa manusia mungkin secara alamiah saling
mencakar satu sama lain kecuali jika dikontrol dan dikekang secara sosial.
Berpijak dari pandangan itu, Parsons mengembangkan Teori
Sistem (1951) yang menguraikan panjang lebar tentang apa yang disebut prasyarat
fungsional bagi keberlangsungan sebuah masyarakat.
Paradigma AGIL adalah salah satu teori Sosiologi yang
dikemukakan oleh ahli sosiologi Amerika, Talcott Parsons pada sekitar tahun
1950. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis mengenai keperluan
sosial (kebutuhan fungsional) tertentu, yang mana setiap masyarakat harus
memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil.
Teori AGIL adalah sebagian teori sosial yang dipaparkan oleh Parson mengenai
struktur fungsional, diuraikan dalam bukunya The Social System, yang bertujuan
untuk membuat persatuan pada keseluruhan system sosial. Teori Parsons dan
Paradigma AGIL sebagai elemen utamanya mendominasi teori sosiologi dari tahun
1950 hingga 1970.
AGIL merupakan akronim dari Adaptation, Goal Attainment,
Integration, dan Latency atau latent pattern-maintenance, meskipun demikian
tidak terdapat skala prioritas dalam pengurutannya.
Prasyarat
tersebut adalah A-G-I-L:
a)
Adaptation (adaptasi): bagaimana sebuah sistem beradaptasi
dengan lingkungannya. Konsep ini dikaitkan dengan faktor ekonomi.
b)
Goal Attainment (pencapaian tujuan): menentukan tujuan yang
kepadanya anggota masyarakat diarahkan. Konsep ini dikaitkan dengan faktor
politik.
c)
Integration (integrasi): kebtuhan untuk mempertahankan
keterpaduan sosial. Konsep ini dikaitkan dengan faktor sosial.
d)
Laten-Pattern Maintenance (pemeliharaan pola): sosialisasi atau
reproduksi masyarakat agar nilai-nilai tetap terpelihara. Konsep ini dikaitkan
dengan faktor budaya.
F. Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi
sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan
fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan
terorganisir secara simbolis :
- pencarian pemuasan psikis.
- kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis.
- kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
- usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.
Sebaliknya
masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang
harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons
menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan
: “secara konkrit, setiap system empiris mencakup keseluruhan, dengan
demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan sebuah organisme,
kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam system cultural“.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka
yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham
ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi
tentang struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas
bagian-bagian yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem
ketika membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari
keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat
dari system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan
bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur,
dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang
terdapat di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah.
Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu
merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang
seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan
manusia.
G. Studi Kasus Teori Fungsional Struktural
Ada dua bentuk integrasi sosial. Pertama, Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri
khas kebudayaan asli. Dan ke dua, Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian
unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli. Untuk meningkatkan
Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan
perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
Selain itu tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara
satu dengan yang lainnya. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian
besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat
fundamental (mendasar). Faktor-faktor masyarakat Madura terintegrasi antara
lain: interaksi, identifikasi etnis, bahasa, toleransi, dll. Bentuk konsensus
terlihat dari pola interaksi, hubungan sosial yang sangat akrab dapat dibangun
oleh orang Madura dengan orang-orang di luar lingkungan kerabat. Namun ketika
seseorang merasa harga dirinya tidak di anggap, maka dapat dipastikan akan
terjadi ‘carok’. Bentuk konsensus lainnya seperti larangan perkawinan yaitu
antara anak dari saudara laki-laki sekandung (sapopo) atau antara anak dari dua
perempuan sekandung (sapopo) yang disebut arompak balli atau tempor balli.
Selain itu, Jika orang Madura pergi merantau maka yang
akan dituju pertama kali adalah sanak keluarganya yang lebih dahulu berada atau
bermukim di sana. Sebagai pendatang baru-terutama bagi mereka yang pada
dasarnya berasal dari kelompok sosial ekonomi marginal mereka tetap membutuhkan
tempat penyanggah sebelum berhasil meraih penghidupan yang lebih baik. Ini
seperti menjadi sebuah kesepakatan bahwa selain pertimbangan dari faktor sosial
ekonomi ini, secara kultural orang Madura mempunyai kewajiban untuk tetap
menjaga dan memelihara ikatan kekerabatan di antara sanak keluarganya di mana
pun mereka berada lebih-lebih di perantauan.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Teori fungsional struktural bukan hal yang baru lagi didalam
dunia sosiologi modern, teori ini pun telah berkembang secara meluas dan
merata. Sehingga tak ayal banyak Negara yang menggunakan teori ini di dalam
menjalankan pemerintahannya baik itu mengatur suatu pola interaksi maupun
relasi diantara masyarakat. Dalam kesempatan ini setidaknya pemakalah dapat
mengambil keseimpulan bahwa secara singkat dan sederhana teori sosial ini
merupakan seperti rantai sosiologi manusia, dimana didalam hubungannya terdapat
suatu keterkaitan dan saling berhubungan. Juga adanya saling ketergantungan,
layaknya suatu jasad maka apabila salah satu bagian tubuh jasad tersebut ada
yang sakit ataupun melemah sangat ber-implikasi pula pada bagian yang lain.
Sekiranya hanya ini yang dapat kami selesaikan dalam
penyusunan makalah ini, terasa bagi kami kesulitan dalam mencari refrensi
tentang pengertian yang mendalam dari teori ini. Sehingga nantinya dapat
dijadikan bahan pembelajaran yang lebih mendalam bagi kawan-kawan yang haus
akan suatu ilmu. Kami memohon maaf bila banyak kekurangan dan mungkin ada yang
bingung terhadap bahsa yang dipergunakan dalam penulisan. Oleh karena itu input
kalian sangat berarti bagi kami penyusun makalah.
4 komentar:
Bagus bangeet..
Aku jadi terbantu untuk mengerjakan tugasku..
Makasiih !
makasih ya
sumbernya kalau bisa masukin ya ka.. :v
Kurang daftar pustakanya
Posting Komentar