Makalah tanda-tanda munafik

Kamis, 29 November 2012



Kata pengantar

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Analisi kekhalifahan setelah jaman nabi", yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari sejarah agama islam.Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.














BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Islam dalam pandangan banyak pemikir, memiliki sistematika ajaran yang sangat kompleks dan menyapa berbagai problema kemanusiaan. Hal ini dimungkinkan sebab Islam punya akar sejarah yang panjang tentang proses permanusiaan manusia. Kehadiran nabi di negeri Arab sebagai rasu, bisa dimaknai dalam kerangka pembebasan demi kesejahteraan dan kedamaian manusia sebagai penghuni bumi melalui ajaran yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnahnya.
Namun sepeninggal  nabi Muhammad, tidak ada lagi sumber lain yang dapat  ditempati bertanya jika dalam keseharian para sahabat mendapati hal-hal yang dianggap serius dan memerlukan penjelasan selain Al-Qur’an dan hadits yang ditiggalkan oleh beliau yang akhirnya menjadi bibit konflik dan perselisihan diantara umat Islam sendiri, khususnya mengenai syariat Islam.

Pada kesempatan kali ini kelompok kami akan membahas tentang tanda-tanda orang munafik. Nah setiap hari pasti kita sering mendengar kata munafik, sebenarnya apa itu minafik,dan tanda- orang munafik itu seperti apa ?














B.      RUMUSAN MASALAH
Dari latar  belakang di atas kami dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut

1.       Apa itu munafik  ?
2.       Apa tanda-tanda orang munafik ?






















BAB II
PEMBAHASAN
A.      MUNAFIK
Munāfiq atau Munafik (kata benda, dari bahasa Arab: منافق, plural munāfiqūn) adalah terminologi dalam Islam untuk merujuk pada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama namun sebenarnya tidak mengakuinya dalam hatinya. Munafik (المنافق) artinya adalah orang yang nifaq (النفاق). Nifaq secara bahasa berarti ketidaksamaan antara lahir dan batin. Jika ketidaksamaan itu dalam hal keyakinan, hatinya kafir tetapi mulutnya mengatakan beriman, maka ia termasuk nifaq i'tiqadi. Pada zaman Rasulullah SAW, di Madinah ada munafik-munafik jenis ini dengan gembongnya bernama Abdullah bin Ubay bin Salul. Nifaq jenis ini seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah :
                  وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah : 8)

Karena kemunafikan itu masalah hati yang tersembunyi, maka tidak seorangpun yang bisa memastikan seseorang itu munafik atau bukan. Bahkan sahabat sekaliber Umar bin Khatab pun tidak mengetahuinya. Hanya seorang sahabat yang tahu satu per satu orang-orang munafik di Madinah waktu itu. Dialah Hudzaifah Ibnul Yaman. Hudzaifah mengetahui siapa orang-orang munafik karena Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya. Itu merupakan salah satu keutamaan Hudzaifah sehingga ia dijuluki pemegang rahasia Rasulullah.

Meskipun tidak dapat diketahui secara pasti, kemunafikan bisa diwaspadai dari tanda-tandanya. Dalam hadits ini Rasulullah SAW menjelaskaskan bahwa tanda-tanda munafik itu ada tiga yaitu :
1. jika berbicara ia berbohong
2. jika berjanji ia mengingkari
3. dan jika diberi amanah ia berkhianat.
Jika tanda-tanda munafik ini ada pada seseorang, hendaklah orang itu diwaspadai supaya tidak dijadikan pemimpin bagi umat Islam. Namun yang lebih penting, dengan memperhatikan tiga tanda-tanda munafik ini kita mewaspadai diri kita agar jangan sampai kemunafikan hinggap dalam jiwa.

A.      Tanda-tanda orang munafik

Tanda Munafik yang Pertama

إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ
jika berbicara ia berbohong

Inilah tanda munafik yang pertama; gemar berbohong. Semakin sering berbohong, semakin dekat dengan kemunafikan.

Dalam hadits lain Rasulullah SAW pernah mensifati seorang mukmin. Bahwa mungkin saja seorang mukmin itu penakut, mungkin saja bakhil, tetapi tidak mungkin seorang mukmin itu pembohong.




Tanda Munafik yang Kedua

وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
jika berjanji ia mengingkari

Inilah tanda munafik yang kedua; gemar mengingkari janji. Semakin sering mengingkari janji, semakin dekat dengan kemunafikan. Karenanya, berhati-hatilah dengan janji.

Tanda munafik yang kedua ini tidak lebih mudah dihindari daripada tanda munafik pertama. Sering kali seorang muslim sudah mampu menjaga agar perkataannya benar, menghindari berbohong, tetapi ia masih mudah berjanji padahal ia tahu dirinya sulit memenuhi janji itu. Apalagi jika seseorang menjadi pemimpin; dorongan untuk berjanji biasanya lebih besar. Maka intensitas memberikan janji semakin besar. Lihatlah praktik kampanye di zaman sekarang. Bukankah dalam satu pertemuan saja bisa dicatat sekian banyak janji? Berhati-hatilah.

Tanda Munafik yang Ketiga

وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
dan jika diberi amanah ia berkhianat

Ini tanda munafik yang ketiga; mengkhianati amanah. Semakin sering dilakukan, semakin dekat dengan kemunafikan. Semakin besar amanah yang dikhianati, semakin jelas tanda kemunafikan. Sekali lagi, meskipun kita tidak bisa memastikan.

Amanah bentuknya bisa bermacam-macam. Bisa jadi ia adalah pekerjaan atau profesi yang di dalamnya ada kewajiban yang seharusnya kita penuhi. Bisa jadi ia adalah kepemimpinan yang dipercayakan kepada kita. Bahkan titipan barang dari orang lain agar kita menjaganya, atau rahasia dari orang lain agar kita menyimpannya, semua itu termasuk amanah.

Maka, marilah kita melakukan introspeksi diri agar tidak terjerumus dalam kemunafikan. Jika selama ini kita kurang komit terhadap kejujuran, mudah mengingkari janji atau menganggap remeh amanah, marilah kita bertaubat dan memperbaiki diri.

Sebagai Muslim, kita wajib menjauhi sifat-sifat orang munafik tersebut, agar hidup kita selamat dunia dan akhirat. Di antara cara untuk menjauhi sifat-sifat munafiq adalah banyak beristighfar dan berdzikir kepada Allah melalui ibadah seperti shalat.


"Diantara Tanda Keimanan dan Kemunafikan”

Kata ayat (اية) berarti "tanda" (علامة). Tanda (علامة) adalah khashah (ciri khusus) yang terdapat pada beberapa benda/hal

Dalam hadits sebelumnya disebutkan bahwa mencintai saudara sesama mukmin adalah tanda dan syarat kesempurnaan iman. Sedangkan pada hadits ini, kita mendapati kaum anshar yang disebutkan secara khusus. Dalam hadits sebelum ini (
hadits 16) juga disebutkan bahwa mencintai orang lain karena Allah merupakan sebab manisnya iman. Lalu dalam hadits ke-17 ini disebutkan cinta kepada kaum Anshar yang tidak lain adalah cinta karena Allah. Jadi di sana kita mendapati obyek umum, sedangkan di sini kita mendapati obyek khusus; Anshar!

Mungkin timbul pertanyaan, apakah jika seorang yang telah berikrar syahadat lalu tidak mencintai kaum Anshar berarti menjadi kafir/munafik? Bukankah kaum Anshar itu banyak dan boleh jadi seseorang, terutama yang sezaman dengan mereka, karena persoalan "manusiwai" kemudian tidak mencintai mereka? Ibnu Hajar Al Asqalani berpendapat bahwa jika sebabnya adalah karena mereka menolong Rasulullah, maka orang itu termasuk munafik. Demikian pula pendapat banyak ulama. Bahkan seseorang bisa menjadi kafir karena membenci Anshar lantaran mereka menolong Rasulullah SAW.

Anshar (الأنصار) merupakan bentuk jamak (plural) dari kata ناصر atau نصير yang berarti "penolong." Huruf lam yang ada pada kata itu untuk membatasi istilah dalam hadits ini dan juga dalam terminologi Islam, bahwa Anshar itu berarti penolong Rasulullah SAW. Mereka adalah suku Aus dan suku Khazraj yang sebelumnya dikenal dengan Ibnay Qailah (dua anak Qailah), nenek moyang mereka. Karena pertolongannya yang begitu besar kepada Rasulullah SAW dan para muhajirin, khususnya sejak hijrah, maka Rasulullah menamakan mereka "Anshar".

Dengan pertolongan yang diberikan kepada Rasulullah, Anshar menjadi dibenci dan dimusuhi oleh banyak kabilah. Oleh karena itu Rasulullah mengingatkan agar kaum muslimin mencintai mereka. Bahkan menjadikan kecintaan itu sebagai tanda keimanan.

Tentu saja, kecintaan itu juga harus dimiliki oleh orang-orang yang datang pada generasi berikutnya, termasuk di zaman kita. Dan bagaimana mungkin kita mampu mencintai sahabat-sahabat Anshar jika kita tidak mengenal mereka? Karenanya, dalam hadits ini secara eksplisit juga terdapat anjuran bagi generasi kita hari ini untuk membaca sejarah mereka hingga kemudian kita mengenal mereka dan mencintainya.
وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأَنْصَارِ
dan di antara tanda-tanda munafik adalah membenci kaum Anshar

Ada hadits lain yang sejalan dengan hadits ini dan menjelaskannya. Diantaranya adalah hadits riwayat syaikhain berikut ini:
الأَنْصَارُ لاَ يُحِبُّهُمْ إِلاَّ مُؤْمِنٌ ، وَلاَ يُبْغِضُهُمْ إِلاَّ مُنَافِقٌ ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ

Anshar. Tidak ada yang mencintai mereka kecuali orang beriman, dan tidak ada yang membencinya kecuali orang munafik. Barang siapa mencintai Anshar, maka Allah akan mencintainya. Dan barang siapa membenci Anshar, maka Allah akan memurkainya. (HR. Bukhari Muslim, ini adalah redaksi Bukhari)

Lalu adakah orang yang membenci Anshar yang luar biasa itu? Kadang-kadang tanpa disadari seorang muslim terperosok dalam kebencian kepada sahabat –termasuk Anshar- ketika ia "lancang" memberikan penilaian kepada para shahabat dengan hal-hal yang tak pantas bagi mereka radhiyallaahu anhum. Khususnya kepada mereka yang terlibat pada masa fitnah. Hingga kemudian kita dapati sebagian kaum muslimin mencela sahabat atau memberikan penilaian negatif kepadanya. Semoga kita dihindarkan Allah dari hal yang demikian.

makalah sosiologi

Rabu, 28 November 2012


BAB I
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang
Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan sangat bermanfaat dalam suatu kajian tentang analisa masalah sosial. Hal ini disebabkan karena studi struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah masalah sosiologis yang telah menembus karya-karya para pelopor ilmu sosiologi dan para ahli teori kontemporer.  Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang.
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.
Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer (1980), Margaret M.Poloma (1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo (1995) mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta social
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency



B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka tim penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1.      Bagaimanakah biografi dari Tallcot Parsons?
2.      Bagaimanakan  asumsi dasar dari teori Fungsional Struktural?
3.      Bagaimanakah tinjauan tentang teori Fungsional Struktural?
4.      Bagaimanakah perkembangan Teori Struktural Fungsiona?
5.      Bagaimanakah Paradigma AGIL yang dikemukakan Tallcot parsons?
6.      Bagaimanakah pengaruh teori Fungsional Struktural dalam kehidupan sosial?
7.      Bagaimanakah studi kasus tentang masalah sosial dengan menggunakan pendekatan dari Teori   
         Fungsional Struktural?









C.Tujuan
Adapun tujuan-tujuan yang dapat tim penulis utarakan dalam penyusunan makalah ini adalah:
  1. Mengetahui biografi dari Tallcot Parsons
  2.  Memahami asumsi dasar dari teori Fungsional Struktural
       3.    Mengetahui tinjauan tentang teori Fungsional Struktural
       4.    Mengetahui perkembangan Teori Struktural Fungsional
       5.    Memahami Paradigma AGIL yang dikemukakan Tallcot parsons
       6.    Menganalisis pengaruh teori Fungsional Struktural dalam kehidupan social       
       7.     Menganalisis studi kasus tentang masalah sosial dengan menggunakan pendekatan dari Teori     
               Fungsional Struktural










BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Tallcot Parsons
Parson lahir tahun 1902 di Colorado Spring, Colorado. Ia berasal dari latar belakang religius dan intelektual. Ayahnyaseorang Pendeta, profesor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Parsons mendapat gelar sarjana muda dari Universitas Amherst tahun 1924 dan menyiapkan disertasinya di London School of Economics. Di tahun berikutnya ia pindah ke Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarir di Heildelberg dan meski ia telah meninggal 5 tahun sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan jandanya terus menyelengarakan diskusi ilmiah di rumah dan Parsons menghadirinya. Parson sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertainya di Heidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber.
Parsons mengajar di Harvard pada 1927 dan meski berganti jurusan beberapa kali, ia tetap di Harvard hingga akhir hayatnya tahun 1979. Kemajuan kariernya tak begitu cepat. Ia tak mendapatkan jabatan profesor hingga tahun 1939. dua tahun sebelumnya ia menerbitkan The Structure Social Action, sebuah buku yang tak hanya memperkenalkan pemikiran sosiolog utama seperti Weber kepada sejumlah besar sosiolog, tetapi juga meletakkan landasan bagi teori yang dikembangkan Parsons sendiri.
Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat. Dia menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard pada 1944 dan dua tahun kemudian mendirikan Departemen Hubungan Sosial yang tak hanya memasukkan sosiolog,  tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Tahun 1949, ia terpilih menjadi Presiden The American Sociological Association. Tahun 1950-an dan menjelang tahun 1960-an, dengan diterbitkan buku seperti The Social System (1951) Parsons menjadi tokoh dominan dalam sosiologi Amerika.
Tetapi, di akhir 1960-an Parsons mendapat serangan dari sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul. Parsons dinilai berpandangan politik konservatif dan teorinya dianggap sangat konservatif dan tak lebih dari dianggap sangat konservatif dan hak lebih dari sebuah skema kategorisasi yang rumit. Tetapi tahun 1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons, tak hanya di Amerika Serikat, tetapi di seluruh dunia (Alexander , 1982:83; Buxton, 1985; camic, 1990; Holton dan Tumer, 1986; Sciulli dan Gerstein, 1985). Horton dan Tumer mungkin terlalu berlebihan ketika mengatakan bahwa “karya Parsons mencerminkan sumbangan yang lebih berpengaruh terhadap teori sosiologi ketimbang Marx, Weber, Durkheim, atau pengikut mereka masa kini sekalipun” (1986:13). Pemikiran Parsons tak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi juga teoritisi neo-Marxian, terutama Jurgen Habermas.
Setelah kematian Parsons, sejumlah berkas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti penting teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan mereka, pada sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya. Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukakan pandangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.
Robert Merton adalah salah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru saja mulai mengajar di Harvard. Merton yang menjadi teoritisi terkenal karena teori ciptaannya sendiri, menjelaskan bahwa mahasiswa pascasarjana yang datang ke Harvard di tahun-tahun itu bukan hendak belajar dengan Parsons, tetapi dengan Sorokin, anggota senior jurusan sosiologi yang telah menjadi musuh utama parsons (Zafirovski, 2001) :
Generasi mahasiswa pascasarjana yang paling awal datang ke Harvard, dan tak seorangpun yang ingin belajar dengan Parsons. Mereka tak mungkin berbuat demikian selain karena alasan paling sederhana; pada 1931 ia belum dikenal publik apalagi sebagai seorang sosiolog. Meski kami mahasiswa belajar dengan Sorokin yang masyhur, sebagian diantara kami diharuskan bekerja dengan Parsons yang tak terkenal itu. (Merton, 1980-69).
Celaan Merton tentang kuliah pertama Parsons dalam teori, juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk salah satu buku teori paling berpengaruh dalam sejarah sosiologi :Lama sebelum Parsons menjadi salah seorang tokoh tua terkenal di dunia sosiologi, bagi kami mahasiswa angkatan paling awal, dia hanyalah seorang pemuda yang sudah tua. Kemasyhurannya berasal dari kuliah pertamanya dalam teori yang kemudian menjadi inti karya besarnya, The Structure of Social Action, yang tidak terbit hingga lima tahun setelah publikasi lisannya di kelas (Merton, 1980:69-70).
Meski tak semua orang sependapat dengan penilaian positif Merton tentang Parsons, mereka akan mengakui penilaian berikut :Kematian Parsons menandai berakhirnya suatu era dalam sosiologi. Ketika (suatu era baru) dimulai, era itu benar-benar akan dibentengi oleh tradisi besar pemikiran sosiologi yang ia tinggalkan untuk kita (Merton, 1980:71).

B.  Asumsi Dasar dari Teori Fungsional Struktural
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah
  • Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
  • Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.
Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.


C.  Tinjauan singkat tentang Teori Fungsional Struktural
Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer (1980), Margaret M.Poloma (1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo (1995) mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta social. Tampilnya paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri.
Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata sosial. Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini (fungsional–structural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “patologis“. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan sosial.
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, ( ia ) adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini ( fungsional-struktural ) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.

Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah :
  1. Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
  2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
  3. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan, pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan. 
D.  Perkembangan Teori Struktural Fungsional
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”, maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisa yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris.
Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.
Karya Parson dengan alat konseptual seperti empat sistem tindakan mengarah pada tuduhan tentang teori strukturalnya yang tidak dapat menjelaskan perubahan sosial. Pada tahun 1960, studi tentang evolusi sosial menjadi jawaban atas kebuntuan Parson akan perubahan sosial dalam bangunan teori strukturalnya. Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan menengah.
Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:
  • Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.
  • Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.
  • Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada didalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.
Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard.
Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak diantara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem social yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur mengenai hal-hal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis dimana kesatuan empiris bisa diperoleh.
The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris, merupakan lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat menarik.
Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu , para fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberkan kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh Merton. Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.
Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang mendahuluinya. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosia dapat membuka jalan bagi perubahan sosial.
Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayan dnegan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis, menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana ada keteraturan maka harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status didalamnya tapi kaitan dalama peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini, Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur , akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih , menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.
Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme
E.  Paradigma AGIL
Talcott Parsons (1902-1979) mensistemasi rumusan-rumusan terdahulu tentang pendekatan fungsionalis terhadap sosiologi. Parsons mengawali dari masalah aturan yang dikemukakan filsuf terdahulu Thomas Hobbes (1585-1679). Hobbes mengatakan bahwa manusia mungkin secara alamiah saling mencakar satu sama lain kecuali jika dikontrol dan dikekang secara sosial.
Berpijak dari pandangan itu, Parsons mengembangkan Teori Sistem (1951) yang menguraikan panjang lebar tentang apa yang disebut prasyarat fungsional bagi keberlangsungan sebuah masyarakat.
Paradigma AGIL adalah salah satu teori Sosiologi yang dikemukakan oleh ahli sosiologi Amerika, Talcott Parsons pada sekitar tahun 1950. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis mengenai keperluan sosial (kebutuhan fungsional) tertentu, yang mana setiap masyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Teori AGIL adalah sebagian teori sosial yang dipaparkan oleh Parson mengenai struktur fungsional, diuraikan dalam bukunya The Social System, yang bertujuan untuk membuat persatuan pada keseluruhan system sosial. Teori Parsons dan Paradigma AGIL sebagai elemen utamanya mendominasi teori sosiologi dari tahun 1950 hingga 1970.
AGIL merupakan akronim dari Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency atau latent pattern-maintenance, meskipun demikian tidak terdapat skala prioritas dalam pengurutannya.
Prasyarat tersebut adalah A-G-I-L:
a)    Adaptation (adaptasi): bagaimana sebuah sistem beradaptasi dengan lingkungannya. Konsep ini dikaitkan dengan faktor ekonomi.
b)   Goal Attainment (pencapaian tujuan): menentukan tujuan yang kepadanya anggota masyarakat diarahkan. Konsep ini dikaitkan dengan faktor politik.
c)    Integration (integrasi): kebtuhan untuk mempertahankan keterpaduan sosial. Konsep ini dikaitkan dengan faktor sosial.
d)   Laten-Pattern Maintenance (pemeliharaan pola): sosialisasi atau reproduksi masyarakat agar nilai-nilai tetap terpelihara. Konsep ini dikaitkan dengan faktor budaya.

F.  Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis :
  1. pencarian pemuasan psikis.
  2. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis.
  3. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
  4. usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan : “secara konkrit, setiap system empiris mencakup keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam system cultural“.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.
G.  Studi Kasus Teori Fungsional Struktural
Ada dua bentuk integrasi sosial. Pertama, Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli. Dan ke dua, Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya. Selain itu tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar). Faktor-faktor masyarakat Madura terintegrasi antara lain: interaksi, identifikasi etnis, bahasa, toleransi, dll. Bentuk konsensus terlihat dari pola interaksi, hubungan sosial yang sangat akrab dapat dibangun oleh orang Madura dengan orang-orang di luar lingkungan kerabat. Namun ketika seseorang merasa harga dirinya tidak di anggap, maka dapat dipastikan akan terjadi ‘carok’. Bentuk konsensus lainnya seperti larangan perkawinan yaitu antara anak dari saudara laki-laki sekandung (sapopo) atau antara anak dari dua perempuan sekandung (sapopo) yang disebut arompak balli atau tempor balli.
Selain itu,  Jika orang Madura pergi merantau maka yang akan dituju pertama kali adalah sanak keluarganya yang lebih dahulu berada atau bermukim di sana. Sebagai pendatang baru-terutama bagi mereka yang pada dasarnya berasal dari kelompok sosial ekonomi marginal mereka tetap membutuhkan tempat penyanggah sebelum berhasil meraih penghidupan yang lebih baik. Ini seperti menjadi sebuah kesepakatan bahwa selain pertimbangan dari faktor sosial ekonomi ini, secara kultural orang Madura mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga dan memelihara ikatan kekerabatan di antara sanak keluarganya di mana pun mereka berada lebih-lebih di perantauan.



BAB III
KESIMPULAN 
 Kesimpulan
Teori fungsional struktural bukan hal yang baru lagi didalam dunia sosiologi modern, teori ini pun telah berkembang secara meluas dan merata. Sehingga tak ayal banyak Negara yang menggunakan teori ini di dalam menjalankan pemerintahannya baik itu mengatur suatu pola interaksi maupun relasi diantara masyarakat. Dalam kesempatan ini setidaknya pemakalah dapat mengambil keseimpulan bahwa secara singkat dan sederhana teori sosial ini merupakan seperti rantai sosiologi manusia, dimana didalam hubungannya terdapat suatu keterkaitan dan saling berhubungan. Juga adanya saling ketergantungan, layaknya suatu jasad maka apabila salah satu bagian tubuh jasad tersebut ada yang sakit ataupun melemah sangat ber-implikasi pula pada bagian yang lain.
Sekiranya hanya ini yang dapat kami selesaikan dalam penyusunan makalah ini, terasa bagi kami kesulitan dalam mencari refrensi tentang pengertian yang mendalam dari teori ini. Sehingga nantinya dapat dijadikan bahan pembelajaran yang lebih mendalam bagi kawan-kawan yang haus akan suatu ilmu. Kami memohon maaf bila banyak kekurangan dan mungkin ada yang bingung terhadap bahsa yang dipergunakan dalam penulisan. Oleh karena itu input kalian sangat berarti bagi kami penyusun makalah.